KERTASBARU

Sebuah ladang yang luas ditumbuhi oleh informasi yang tanpa batas hingga kertas-kertas yag dipegang oleh masyarakat tak mampu lagi menampungnya.. kami merasa peduli dengan itu semua.. kami merasa butuh melestarikan isi ladang tersebut.. kami merasa selalu butuh informasi... dan... kami menciptakan sebuah KERTASBARU

Jatinangor oh.. Jatinangor

Jatinangor..
sebenarnya apa sih yang disebut Jatinangor???
sebuah kecamatan yang luas, padat ramai, ribut namun bikin kita kangen terus...
sebuah kawasan nun jauh di ujung timur Bandung Raya

Kali ini KERTASBARU bakal ngajak kamu jalan-jalan ke kawasan yang disebut kawasan pendidikan itu...
mengintip dari banyak celah yang tak terdeteksi oleh masyarakat mengenai wilayah yang dihuni 4 perguruan tinggi itu...

Rabu, 23 Januari 2008

Jatinangor Punya Siapa?


Kabupaten Sumedang bakal terancam kehilangan sedikitnya 30% sumber pendapatan asli daerah (PAD) bila Kab. Bandung "mencaplok" Kec. Jatinangor dan Kec. Cimanggung untuk pembentukan wilayah Kab. Bandung Timur. Kab. Sumedang akan kehilangan sekira Rp 15 miliar per tahun dari total PAD daerah tsb sebesar Rp 45 miliar per tahun, bila dua kecamatan tsb masuk wilayah pemekaran Kab. Bandung. (www.pikiran-rakyat.com)

Meskipun baru sebatas wacana, rencana dimasukannya Jatinangor menjadi bagian Kabupaten Bandung Timur ini cukup meresahkan sebagian aparat dan masyarakat Jatinangor sendiri. A. Beni Triyadi (35), Sekretaris Kecamatan (Sekcam) Jatinangor, ketika saya hubungi, di kantor Kecamatan Jatinangor (23/1), mengatakan bahwa isu tersebut mungkin saja digulirkan oleh beberapa pihak yang memiliki kepentingan dalam pembentukan Kabupaten Bandung Timur.

Tambahnya, aparat Kecamatan Jatinangor sendiri sampai saat ini belum mendapatkan keterangan secara resmi baik dari pemerintah Kabupaten Sumedang ataupun dari Kabupaten Bandung terkait isu tersebut. “Sampai saat ini belum ada sama sekali, hal tersebut harus berawal dari keinginan masyarakat sendiri,” sambungnya.

Menurut lulusan jurusan Sosial Politik Universitas Kediri ini, Bupati Sumedang pun tidak akan begitu saja melepaskan Jatinangor. Hal itu terkait juga dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang disumbangkan Jatinangor untuk Kabupaten Sumedang. Menurutnya, sampai saat ini Jatinangor merupakan penyumbang PAD terbesar bagi Kabupaten Sumedang. “Dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) saja, Jatinangor menyumbang 1 miliar tiap tahunnya,” sambungnya.

Secara pribadi, mantan Sekcam Tanjungkerta, ini juga keberatan jika pada nantinya Jatinangor bergabung dengan Kabupaten Bandung Timur. “Saya sebagai warga masyarakat Kabupaten Sumedang sangat keberatan. Tetapi, jika memang itu berdasarkan keinginan masyarakat kita, kenapa tidak? Asalkan ditempuh sesuai dengan prosedur yang benar,” katanya.

Dihubungi terpisah, Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat Desa (Kabid PMD) Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (Dinsos PMD) Kabupaten Sumedang, Drs. Toto Suharyana, M.Si, mengatakan bahwa “sengketa” Jatinangor tersebut tidak ada dan baru sebatas isu saja yang bergulir di masyarakat.

Pro-kontra mengenai “pencaplokan” Jatinangor menjadi bagian dari Kabupaten Bandung Timur juga terjadi di masyarakat. Monique (19) seorang mahasiswa Unpad mengatakan tidak setuju jika Jatinangor menjadi bagian Kabupaten Bandung Timur. “Jatinangor kan dibangun oleh Sumedang, jadi secara historis dan psikologis, masyarakatnya sendiri lebih dekat sama Sumedang,” katanya.

Selain itu, sebagian masyarakat Jatinangor sendiri justru tidak memerdulikan status Jatinangor apakah nantinya menjadi bagian Kabupaten Bandung Timur atau Kabupaten Sumedang. Ical (20) warga asli Sumedang mengatakan, “Ah saya mah tidak mau ambil pusing. Lagian Jatinangor kan kecamatan paling kaya di Sumedang, kasihan Sumedang nantinya.”(san)




Jatos, PP dan Eksistensinya



Jatinangor sebagai sebuah kawasan pendidikan memang bisa dibilang sebuah lahan basah bagi para pebisnis. Populasi yang begitu besar untuk sebuah kawasan kecil.

Jatinagor secara perekonomian hidup dari sirkulasi uang yang dihasilkan oleh masyarakat dan mahasiswa yang tinggal didalamnya. Lebih dari 10.000 ribu mahasiswa ikut menggerakan roda perekonomian Jatinangor.

Saat ini, di Jatinangor telah hadir dua pusat perbelanjaan modern. Sebut saja Jatinangor Town Square (Jatos) dan Plaza Padjadjaran (PP) dua pusat perbelanjaan itu ikut meramaikan warna-warni wajah Jatinangor.

Plaza Padjadjaran, terletak di ujung Jatinangor. Berdiri dengan bangunan yang didominasi warna orange, PP tampak eye cathing dan cukup gampang dikenali.

Jatos, memiliki tempat yang cukup strategis karena berada di tengah-tengah kecamatan ini. Jatos dirasa cukup lengkap dan besar untuk sebuah pusat perbelanjaan ditengah kawasan seperti Jatinangor.

Adanya dua tempat tersebut disadari atau tidak akan menghadirkan sebuah persaingan yang ketat namun bila dilihat dari segmentasinya kedua tempat tersebut memiliki segmentasi yang berbeda. Jatos diseting sebagai sebuah pusat perbelanjaan dengan segala macam toko yang ada didalamnya sedangkan PP lebih diarahkan sebagai tempat kongkow-kongkow anak muda Jatinangor.

Saat pertama kali wacana mengenai pembangunan dua pusat perbelanjaan ini diumumkan, sempat terdengar pendapat miring dan kontroversi. Namun seiring pembangunannya terlebih lagi melihat manfaat yang dihasilkannya perlahan tapi pasti masyarakat Jatinangor mulai menerima kehadiran keduannya.(ksh)


Menikmati Boekoe, Gambar Idoep, dan Muziek di Batoe Api



Tinggal di Jatinangor tidak selalu berarti 'jauh dari peradaban' dan kehilangan akses untuk hal-hal yang bersifat menghibur. Batoe Api bisa menjadi alternatif tempat tujuan. Di sini, tersedia boekoe yang bisa menjadi sarana hiburan maupun sumber literatur bahan tugas mahasiswa, gambar idoep alias film dalam format DVD maupun VCD yang disewakan, dan muziek dari hampir segala zaman, yang bisa dipesan dalam format CD.

Menurut Anton, sang pemilik, Batoe Api berdiri sejak tahun 1999. Batoe Api berlokasi di pinggir Jalan Raya Bandung-Sumedang, Jatinangor, dan tepat di depan rumahnya sendiri. Semua buku, film, dan musik yang menjadi koleksi Batoe Api adalah koleksi pribadinya, yang sudah ia kumpulkan sejak semasa kuliah. Hingga kini, koleksi Batoe Api termasuk sekitar 8.000 judul buku dan sekitar 4.000 judul film. Untuk menikmati koleksi ini, Anda cukup mengeluarkan sepuluh ribu rupiah untuk menjadi anggota, dan masa keanggotaannya berlaku selama masih sanggup meminjam. Sampai saat ini, Batoe Api memiliki 4.309 anggota, dengan saya sebagai anggota terakhirnya.

Di sini, buku-buku disewakan dengan harga 500-1000 rupiah per harinya, sementara film yang "umum" bisa dipinjam dengan membayar 2500 rupiah per hari. Namun untuk "barang-barang langka", perhitungannya tentu berbeda. Untuk yang sulit diperoleh di pasaran alias langka, Anton mematok harga 20 ribu rupiah per-DVD untuk gambar idoep, sedangkan untuk muziek, ia menyediakan rekaman berformat CD audio yang dihargai 15 ribu rupiah. Termasuk koleksi Anton misalnya film Lumiere produksi Perancis, yang juga termasuk salah satu film pertama yang pernah dibuat di dunia, dan rekaman musik tradisional dari berbagai belahan dunia yang sudah sulit dicari. Semuanya bernilai koleksi tinggi. Selain itu, Batoe Api juga menyediakan kliping yang bisa difotokopi. Temanya beragam; mulai dari buku dan resensi musik hingga wisata kuliner. Per halaman kliping bisa diakses dengan membayar 500 rupiah.

Di balik nama Batoe Api, lulusan jurusan Ilmu Sejarah Unpad ini mengaku nama tersebut dipilihnya karena tiba-tiba terpikir, dan nyaris tidak ada alasan khusus. Kalaupun ada, menurutnya, filosofi nama Batoe Api adalah 'sesuatu yang memercik dan bisa membuat orang terbakar'. Lucunya, tempat ini pernah didatangi seseorang yang mencari batu api sungguhan, padahal kata 'Perpoestakaan' sudah jelas terpampang di papan namanya.

Meskipun perpustakaan selalu beresiko kehilangan sebagian koleksinya karena ada peminjam yang tidak mengembalikan buku, Anton tetap yakin menjalankan bisnis ini. Menurutnya, anggota Batoe Api yang kebanyakan mahasiswa dan berdomisili di sekitar Jatinangor menjadi faktor pendukung tersendiri. Selain itu, kini Batoe Api lebih mengkhususkan diri sebagai perpustakaan, dan tidak lagi sekaligus menjadi toko buku. Anton menegaskan, fokus Batoe Api adalah membuat orang-orang menyukai buku, film, dan musik, sehingga dapat mengapresiasi ketiganya secara seimbang. Pertimbangan itu pulalah yang membuatnya memilih menghindari diskusi-diskusi, sekaligus menghindari tema semacam politik dan ekonomi di klipingnya.

Nah, bagi Anda penggemar boekoe, gambar idoep, atau muziek dan berdomisili sekitar Jatinangor, silakan datang ke Jalan Raya Jatinangor no.142A. Batoe Api buka dari Senin hingga Sabtu, pukul 10 pagi hingga 6 sore.(pm)

Turnamen di Tengah Kesunyian


Ditengah kesunyian yang melanda Jatinangor saat ini, Pooltime, sebuah tempat cozy yang jadi pusat main bilyard di Jatinangor, tepatnya di Jatinangor Town Square membuat sebuah acara yang cukup seru.

Acaranya sendiri dilaksanakan 20 Januari yang lalu, menurut saya bukan waktu yang cukup tepat karena kebanyakan mahasiswa pasti memilih menghabiskan liburannya. Acara ini memang tidak memakan waktu yang lama cuma satu hari soalnya didukung oleh table yang lumayan banyak juga, acaranya sendiri terbilang sukses apalagi mampu merangkul cukup banyak peserta.

Terbagi dalam lebih dari 10 pool dan merangkul lebih dari 50 peserta membuat turnamen yang dilaksanakan saat liburan ini tidak sepi pemain. Ngga cuma pemain cowo aja yang ikut berpertisipasi tapi para cewe pun ikut nunjukin kemampuannya.

Hadiah yang ditawarkan dalam turnamen ini memang ngga terlalu besar tapi cukup lah untuk have fun sama teman-teman. Dari turnamen yang cukup melelahkan lantaran dibabat selama sehari ini, akhirnya keluarlah nama Bobot sebagai pemenangnnya setelah mengalahkan temannya sendiri di babak final.

Menurut saya acaranya sendiri cukup keren tapi sayangnya waktunya ngga tepat dan kurang publikasi, coba kalau publikasinya lebih jor-joran pasti pesertanya lebih banyak lagi, iya ngga?? (cha)

LP Channel, Tipi-nya Jatinangor


Apakah kamu pernah menonton acara televisi (TV) lokal seperti di Jak TV, O channel (Jakarta), CTV (Banten), STV, PJTV, MQTV, Bandung TV (Bandung), Bali TV (Bali)? Atau pada kota besar lainnya? Kini hampir semua kota yang ada di pelosok Indonesia telah memiliki stasiun TV lokal sendiri. Dari stasiun TV lokal tersebut tentunya memiliki acara-acara yang cukup menghibur pemirsanya. Segmentasi penontonnya pun beragam, mulai dari orangtua hingga anak kecil.

Kawasan Jatinangor pun tak mau ketinggalan. Kawasan yang notabene merupakan kawasan pendidikan ini juga memiliki stasiun TV lokal. Literature Project atau yang sering dikenal dengan LP kini membuat project baru., LP Channel. LP cukup terkenal di kawasan Jatinangor dan sekitarnya, khususnya bagi para mahasiswa Unpad. LP yang berdiri pada 23 Agustus 2004 lalu oleh beberapa orang mahasiswa ini selain memiliki TV komunitas, media yang bergerak di bidang broadcast ini juga memiliki radio komunitas, baik LP Channel dan LP Radio 107,3 FM. Para awaknya pun masih berstatus sebagai mahasiswa, baik sebagai anchor, reporter, cameraperson, presenter, promo off air bahkan General Manager-nya pun masih berstatus sebagai mahasiswa.

Saat ini LP channel masih melalui masa siaran percobaan, tayangan perdananya menurut GM LP media broadcast ini akan mengudara pada bulan Febuari 2008 nanti. Menurutnya masih banyak yang harus diperbaiki mulai dari perlengkapan produksi hingga jadwal yang selalu berbenturan dengan jadwal kuliah para anggotanya.

“Kami masih berbenah, maklumlah masih mahasiswa,” kata Fannie Ferdiansyah, GM LP Media Broadcast.

Dari ide-ide cemerlang yang berasal dari anggotanya lah LP Channel ini memiliki beberapa tayangan. Mulai dari acara yang bernuansa romantis, menghibur, hingga acara shopping mall yang biasanya digemari oleh mahasiswa.

“Nantinya jika acara-acara kami sudah cukup berkualitas kami akan menjualnya pada stasiun TV lokal yang ada di Bandung, mungkin imbalannya untuk menambah perlengkapan yang ada,” kata Lulu panggilan akrab GM LP Media Broadcast ini.

Semua biaya produksi merupakan hasil dari masukan anggotanya sisanya dari investor kecil-kecilan. LP media broadcast tak hanya menghibur masyarakat Jatinangor melalui media yang ia miliki saja, akan tetapi baru-baru ini LP juga mengadakan konser musik yang bertajuk global warming akhir tahun 2007 lalu. Acara tahunan LP ini cukup ditunggu-tunggu, selain merupakan acara musik yang terbesar di Jatinangor karena mengundang group band indie yang berasal dari Bandung dan luar Bandung acara ini selalu didatangi karena masyarakat Jatinangor telah tahu kualitas LP. Jadi mereka tak ragu lagi untuk datang dalam setiap acara tahunan LP ini.(QQ)